Are you happy Mom?

6 komentar

Waktu SD
Ma....Ulanganku dapat nilai 10 lagi
untung contekannya gak ketahuan ma guru
Waktu SMP
Ma....Aku dapet ranking kedua
selama ranking satunya duduk disebelah gw sih pasti aman
Waktu SMA
Ma....Aku lulus SPMB
Untung nemu yang jual bocoran soal
Waktu kuliah
Ma....IPku diatas 3
asistennya baik mau ngasih bocoran soal UTS
Kerja 1 tahun
Ma....Aku naik jabatan
begini nasib punya bos cantik, gampang dirayu lagi
Kerja 5 tahun
Ma....Aku beliin mobil buat mama
sering-sering aja kantor ngadain tender
Waktu mama sakit
Ma....Kita ke rumah sakit di luar negeri aja, lebih bagus
mumpung ada tiket gratis dari kolega
Pesan terakhir dari mama
"Rajin-rajin sholat ya nak..."
iya ma....
gak setahun 2 kali tapi jadi seminggu sekali
Waktu mama meninggal
Maaf ma, aku tidak bisa mengantarkan mama ke surga
bahkan aku tidak yakin apakah aku bisa ke surga

Terkadang kita berusah membahagiakan orang tua kita dengan segala hal keduniawian, bahkan dengan cara-cara yang salah sekalipun. Kita lupa bahwa orang tua kita tidak hanya akan bahagia dengan segala kesuksesan duniawi. Mereka juga ingin kita menjadi anak yang saleh dan bisa mendoakan mereka.

Art of War II

0 komentar

Melanjutkan blogku sebelumnya. Aku ingin menambahkan bahwa menurutku era perang sebagai sebuah arena pertarungan strategi dan kemampuan telah berakhir sejak diterapkannya aspek-aspek teknologi dalam setiap perlengkapan perang. teknologi tersebut seakan memakan segala aspek perang konvensional. Kecerdasan sang pemimpin ataupun keunggulan setiap pasukan seakan tidak ada artinya.Kita tentu mengetahui bagaimana tentara-tentara Afghan yang dahulu menjadi momok bagi tentara Rusia sekarang menjadi mangsa-mangsa empuk helikopter Apache. Kita juga tahu bagaimana bunker-bunker Garda Republik seakan tidak artinya di depan rudal-rudal Tomahawk.
Blog ini seakan menjadi ralat blogku sebelumnya. Perang modern tidaklah bergantung kepada pemimpin yang karismatik dan cerdas tidak juga kepada pasukan yang gagah berani dan berkemampuan tinggi. Tetapi bergantung kepada dana yang besar untuk mengembangkan alat-alat perang mutakhir dan bergantung kepada kekuasaan untuk mengendalikan media dan juga massa.

Art of War

1 komentar

Judul di atas bukan berarti aku ingin membahas strategu-strategi perang dari Sun Tzu, juga bukan ingin membuat resensi dari buku Niccolo Machiavelli. Aku hanya ingin membahas kesenanganku akan perang. Bila orang lain memandang perang sebagai arena biadab tempat orang-orang mati dengan sia-sia, aku melihat perang sebagai sebuah arena terhormat tempat orang membuktikan siapa yang benar dan siapa yang salah.
Memang perang hanya akan menghasilkan kebenaran bagi sang pemenang, tapi kebenaran yang lain dapat muncul dari sisi pandang para "penonton perang". Hal yang aku suka dari perang adalah disana dapat menjadi ajang dari pembuktian kekuatan tidak hanya kekuatan suatu daerah namun juga kekuatan seseorang. Bukan hanya kekuatan fisik namun juga kekuatan pikiran dan mental.
Sering terjadi dalam sejarah peperangan, suatu bala tentara yang berkekuatan jauh lebih sedikit dapat mengalahkan pasukan yang jauh lebih besar karena mereka memiliki panglima yang cerdas dan pasukan yang memiliki mental "juara". Sejarah mencatat nama-nama besar seperti Jenghis Khan, Julius Caesar, Alexander, Napoleon sebagai pemimpin-pemimpin yang tidak hanya berhasil memenangkan puluhan perang tapi juga memenangkan perang tersebut dengan penuh taktik yang gemilang. Mereka adalah orang-orang yang ahli dalam strategi perang dan juga memiliki karisma yang besar sehingga bisa mengumpulkan pasukan yang berani berkorban demi mereka ataupun bangsa mereka. Pemimpin seperti inilah yang dibutuhkan negara-negara modern saat ini, pemimpin yang tidak hanya memimpin namun juga mendekati para pengikutnya sehingga mereka percaya akan keputusan-keputusan si pemimpin dan kemudian melaksanakan keputusan tersebut dengan sepenuh hati.
Perang juga dapat menjadi ajang pembuktian kekuatan mental seseorang. Tidak jarang dalam peperangan seseorang beralih pemimpin atau aliansi karena bujukan uang atau kekuasaan. Hal ini tidak hanya terjadi di medan perang, bahkan di dalam suatu perusahaan ataupun negara. orang-orang seperti inilah yang kelak akan menghancurkan suatu bangsa.
Pada intinya aku hanya ingin mengatakan bahwa bahkan dalam suatu kondisi yang paling buruk skalipun masih banyak hikmah dan pelajaran yang bisa kita ambilo dan kita implementasikan dalam berbagai hal, yang bahkan tidak kita kira sebelumnya

Quote #1

0 komentar

Aku berjuang untuk mempertahankan hidupku
Berjuang agar orang mengetahui kehidupanku
dan berjuang meninggalkan sebanyak mungkin jejak monumental agar orang tahu bahwa aku pernah hidup

At last....

4 komentar

Setelah sekian lama tidak memegang komputer karena disibukkan oleh kegiatan yang namanya Kaderisasi atau yang sering dipelesetkan menjadi Kaderisas**t akhirnya aku bisa mengisi blog ini kembali. Tentang kaderisasi itu sendiri tidak banyak yang bisa aku ceritakan, mungkin bagi mereka yang telah mengalaminya juga memiliki cerita pengalaman yang sama denganku. Kaderisasi seperti yang dikatakan oleh salah seorang seniro adalah sebuah kenangan manis yang pahit untuk diulang. Disana kita bisa mengenal banyak teman (terutama untuk mereka yang cenderung introvert sepertiku), belajar berbagai pengalaman bekerja sama, merasakan dinginnya ITB pada pukul 3 pagi, dan belajar untuk tidak tidur selama beberapa hari sera setumpuk materi lainnya yang diharapkan oleh para pengkader dapat diterima dengan baik oleh para kadernya.
Sebenarnya apa guna dari kaderisasi tersebut (pleonasme dari OSPEK)? Kalau kita melihat namanya tentu saja untuk mencetak kader-kader yang handal dari sebuah organisasi. tapi, apakah kader yang berkualitas dapat dicetak dengan memberikan tugas-tugas yang berat dengan waktu yang tipis dan konsekuensi yang berat? Alasan yang selalu diberikan oleh panitia adalah agar para mahasiswa baru siap menghadapi dunia perkuliahan dan pekerjaan nantinya yang KATANYA akan sangat berat penuh dengan tekanan tugas dan tanggung jawab. Tetapi apakah mental dan pribadi yang tangguh dan bertanggung jawab bisa dibentuk dengan itu? Toh dosen atau bos kita nantinya tidak akan memberikan hukuman push-up unutuk setiap tugas atau pekerjaan yang tidak selesai. hukuman push-up pada akhirnya malah membuat para peserta mengerjakan sesuatu dengan terpaksa dan dan tentu saja hasilnya juga tidak akan sempurna. Sistem tersebut juga seakan memaksa peserta untuk beradaptasi dalam tempo yang singkat.
Menurutku pribadi cara" pembentukan kader yang baik adalah dengan pemberian materi yang berhubungan dengan organisasi tersebut dan dilakukan implementasi pada tahap akhir. dengan begitu dapat terlihat apakah peserta kaderisasi benar" telah siap menjadi kader organisasi tersebut. Tentu saja ini hanyalah konsep semata, karena terbukti banyak organisasi yang telah memiliki konsep serupa namun pada prakteknya melenceng dari konsep semula.
Nb: Emang kita mau masuk himpunan atau mau ikut lomba baris-berbaris?